Sebulan kerja tanpa gaji
Apr
09
"Permisi sebentar pak, Buk, boleh tidak saya minta waktunya sebentar?, ini saya bawa perlengkapan untuk keperluan
bapak dan ibu sehari-hari, siapa tau nanti bapak ibu berminat, atau barangkali sekedar
melihat-lihat juga nggak apa apa”. Kata-kata itu selalu kuhafalkan untuk
menawarkan barang daganganku pada pelanggan. “Salesman”, ya... itulah profesi yang kugeluti saat
duduk di bangku sekolah menengah di kota ini.
Waktu itu hari Sabtu, seperti biasa aku berangkat ke sekolah sambil membawa tas berukuran cukup besar berisi barang dagangan yang akan dijajakan sepulang sekolah nantinya. Selama PBM berlangsung, tas barang dagangan kutaruh di bawah meja belajar. Hari yang cukup melelahkan, karena banyak latihan ulangan di sekolah untuk persiapan ujian akhir kelas.
Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB, tandanya pelajaran hari ini telah usai. Kurogoh saku celana tinggal lima ribu perak. “Cukuplah untuk ongkos” pikirku dalam hati. Kuteguk segelas air putih dan sepotong roti kelapa sambil mengumpulkan energi yang tersisa untuk mencari biaya semesteran yang tinggal seminggu lagi harus dibayar sebagai syarat ujian akhir.
Sepulang sekolah, kuganti seragam sekolah dengan pakaian pengganti yang sengaja kubawa dari rumah pagi tadi saat berangkat sekolah, sedangkan seragam sekolah kumasukkan ke dalam tas barang dagangan dan langsung berangkat naik bus kota untuk pergi jualan.
Karena capek luar biasa, membuat aku tertidur dalam bus. sesampai di pemberhentian bus terakhir, bus berhenti dan kernetnya membangunkanku :
Waktu itu hari Sabtu, seperti biasa aku berangkat ke sekolah sambil membawa tas berukuran cukup besar berisi barang dagangan yang akan dijajakan sepulang sekolah nantinya. Selama PBM berlangsung, tas barang dagangan kutaruh di bawah meja belajar. Hari yang cukup melelahkan, karena banyak latihan ulangan di sekolah untuk persiapan ujian akhir kelas.
Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB, tandanya pelajaran hari ini telah usai. Kurogoh saku celana tinggal lima ribu perak. “Cukuplah untuk ongkos” pikirku dalam hati. Kuteguk segelas air putih dan sepotong roti kelapa sambil mengumpulkan energi yang tersisa untuk mencari biaya semesteran yang tinggal seminggu lagi harus dibayar sebagai syarat ujian akhir.
Sepulang sekolah, kuganti seragam sekolah dengan pakaian pengganti yang sengaja kubawa dari rumah pagi tadi saat berangkat sekolah, sedangkan seragam sekolah kumasukkan ke dalam tas barang dagangan dan langsung berangkat naik bus kota untuk pergi jualan.
Karena capek luar biasa, membuat aku tertidur dalam bus. sesampai di pemberhentian bus terakhir, bus berhenti dan kernetnya membangunkanku :
“Bang,
turun dimana bang? kita sudah sampai di pemberhentian terakhir"
Sambil mengusap mata dan kaget
Sambil mengusap mata dan kaget
"Astaghfirullah!, sudah lewat.
Ternyata saya sudah lewat dari lokasi yang saya rencanakan sebelumnya, yang lebih kaget dan membuat saya shock, ternyata tas barang dagangan yang kutaruh di bawah kursi bus sudah tidak ada lagi.
“Abang ada liat tas saya nggak bang, tadi saya tarok di bawah kursi?” aku bertanya balik sama kernetnya
“Wah, saya nggak tahu bang” jawabnya
Kucoba pula tanya disetiap pemberhentian bus tidak ada yang tahu. Akhirnya dengan perasaan sedih dan takut saya beranikan pulang ke rumah bos untuk melaporkan kejadian naas itu.
Bukan main marahnya bos akibat kelalaian yang kulakukan hingga tas berisi barang dagangan itu raib. Aku diberi sanksi harus mengganti semua biaya barang dagangan yang hilang itu, total biaya yang harus diganti waktu itu satu juta lebih, sementara aku belum busa menyisihkan uang untuk ditabung, karena dari keuntungan jualan itulah saya gunakan untuk biaya sekolah.
"Mulai sekarang, kamu tidak boleh terima gaji sampai semua barang yang hilang itu bisa kamu ganti" begitu bos memberi ancaman pada saya.
Perasaan takut, kalut dan hampir putus asa bercampur jadi satu, sempat terniat untuk berhenti sekolah sementara dan pulang kampung minta uang pada orang tua untuk mengganti kerugian itu. Namun, akhirnya kuurungkan niat untuk melakukannya, mengingat kondisi orang tua di kampung, jangankan uang satu juta, untuk biaya mereka sehari hari saja susah. Akhirnya aku bertekad untuk tetap bertahan dan tidak menceritakannya hal ini pada orang tua, lagipula masa studiku sudah di akhir.
Sebulan lebih aku bekerja tanpa gaji, akhirnya biaya pengganti barang yang hilang itu busa juga kutebus. Walau belum punya tabungan, tapi aku bersyukur masih bisa menamatkan studiku dengan baik.
Ternyata saya sudah lewat dari lokasi yang saya rencanakan sebelumnya, yang lebih kaget dan membuat saya shock, ternyata tas barang dagangan yang kutaruh di bawah kursi bus sudah tidak ada lagi.
“Abang ada liat tas saya nggak bang, tadi saya tarok di bawah kursi?” aku bertanya balik sama kernetnya
“Wah, saya nggak tahu bang” jawabnya
Kucoba pula tanya disetiap pemberhentian bus tidak ada yang tahu. Akhirnya dengan perasaan sedih dan takut saya beranikan pulang ke rumah bos untuk melaporkan kejadian naas itu.
Bukan main marahnya bos akibat kelalaian yang kulakukan hingga tas berisi barang dagangan itu raib. Aku diberi sanksi harus mengganti semua biaya barang dagangan yang hilang itu, total biaya yang harus diganti waktu itu satu juta lebih, sementara aku belum busa menyisihkan uang untuk ditabung, karena dari keuntungan jualan itulah saya gunakan untuk biaya sekolah.
"Mulai sekarang, kamu tidak boleh terima gaji sampai semua barang yang hilang itu bisa kamu ganti" begitu bos memberi ancaman pada saya.
Perasaan takut, kalut dan hampir putus asa bercampur jadi satu, sempat terniat untuk berhenti sekolah sementara dan pulang kampung minta uang pada orang tua untuk mengganti kerugian itu. Namun, akhirnya kuurungkan niat untuk melakukannya, mengingat kondisi orang tua di kampung, jangankan uang satu juta, untuk biaya mereka sehari hari saja susah. Akhirnya aku bertekad untuk tetap bertahan dan tidak menceritakannya hal ini pada orang tua, lagipula masa studiku sudah di akhir.
Sebulan lebih aku bekerja tanpa gaji, akhirnya biaya pengganti barang yang hilang itu busa juga kutebus. Walau belum punya tabungan, tapi aku bersyukur masih bisa menamatkan studiku dengan baik.
Padang, Agustus 2005
Tuesday, April 09, 2013 | Label: Cerpen, Flash True Story |
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
- Cara memformat Rupiah di Ms. Excel sesuai keinginan
- Cara Install Plants vs Zombies 2 untuk android secara offline
- Tips mengatasi file yang tidak bisa diekstrak ( WinRAR: Diagnostic messeges : Access denied )
- Tips untuk mengembalikan Explorer.exe yang hilang atau tidak berfungsi pada windows XP
- Tips untuk mengembalikan Folder Libraries yang hilang dan berubah ekstensi menjadi "libraries-ms" pada windows 7
- Antara Ibu dengan Bakmi
- Umak, kau wanita tertangguh di dunia
- Sekelumit tentang Aku
- KEHILANGAN
- Sebulan kerja tanpa gaji
- Merintih
- Misteri di balik kharisma
- Kepada Abang
- SKETSA HIDUP SEORANG SAHABAT
- Duhai; Kemana saja aku selama ini
0 komentar:
Post a Comment